Minggu, 30 Oktober 2011

Tapak Suci

      Ada yang tidak nyaman dengan kehadiranku. Ada yang membenci keberadaanku. Karenanya, mereka menginjakku dengan sepatu. Mungkin tak ubahnya aku adalah balok membosankan berwarna abu-abu yang berukuran 30x30x10 cm3. Di letakkan di pelataran depan tempat wudhu. Cat kuning putih dengan kata “suci” terpampang besar di atas tubuhku. Itulah perhiasanku.
                Merekalah yang memberi perhiasan itu di atas tubuhku. Mereka, sekumpulan manusia yang begitu peduli dengan balok sepele seperti diriku. Senang sekali ketika mereka memandikanku, menggosokku dengan sabun “wings biru” andalan mereka. Walau mungkin momen itu dilakukan beberapa minggu sekali ketika di adakannya kerja bakti masal. Ingin rasanya aku meminnta agar mereka lebih sering memandikanku. Tapi pekerjaan mereka tidak hanya satu, memandikan balok membosankan seperti diriku. Mereka membawa amanah dari sana-sini.
Karenanya, aku harus memahami orang-orang baik hati seperti mereka.
                Suatu ketika, sesorang datang menuju tempat wudhu. Ia melewati beberapa teman-temanku. Tiba-tiba, langkahnya terhenti di hadapanku. Menengokkan kepala kearah cermin didalam tempat wudhu. Lalu, ia menginjakku dengan sepatu! Rasanya ingin sekali aku memarahinya. Menghukumnya dengan menjatuhkan tubuh mereka ke tanah. Tapi tidak, aku tetap berusaha menaikkan para meter kesabaranku. Aku pernah mendengar orang-orang baik hati itu berkata “laa taghdhob, wa lakal jannah”, yang kesimpulannya, jika aku tidak marah, maka aku kan mendapatkan surga. Walaupun entah, apa benda mati sepertiku dapat mengikuti orang-orang baik itu menuju surga. Tapi, aku menganggap hadist itu mampu menimbulkan sinergi baik.
               Sebelum amarahku redam seutuhnya, salah satu dari orang baik itu melihat kejadian menyebalkan yang baru saja menimpaku. Ia berlari kecil menuju tersangka pelecahan tapak suci itu, mengatakan sesuatu padanya. Aku tak mendengar dengan jelas. Suaranya begitu lembut dan lirih. Namun dari gerak bibirnya, sepertinya ia mengatakan bahwa aku adalah benda suci yang tidak boleh diinjak dengan sepatu. Tersangka itu malu lalu pergi dengan tidak tahu malu. Byuurrr.. dengan sigap orang baik itu menyiramku dengan satu gayung air bersih. Segar.. kini tidak hanya amarahku yang di buatnya redam, hatiku pun terasa tenang.
Kali ini, hampir satu bulan mereka tidak datang lagi untuk memandikanku. Aku rindu dengan sensasi kesegaran air dengan wings biru. Tapi sekali lagi, aku harus memahami. Pekerjaan mereka tidak hanya satu. Bulan ini pun, mereka sedang menahan diri dari makan, minum, dan emosi buruk. Semoga mereka masih di beri kesempatan untuk memandikanku lagi, nanti. Aku begitu menyayangi mereka.

Tidak ada komentar: